Bhatara Paramasiwa melakukan yoga yang mahadasyat

Bhatara Paramasiwa melakukan yoga yang mahadasyat, sehingga dariNya terlahir Gama Tiga Tattwa, yakni Igama, Agama dan Ugama. Igama adalah ageman laku yang berhubungan dengan kecerdasan spiritual, Agama adalah pelaksanaan atau tindakan nyata dan Ugama adalah tata cara mempraktikan Agama di bumi ini. Gama Tiga Tattwa ini diberkati keberadaanya oleh Bhagawan Wrespati agar menjadi ageman laku para penganut Gama Tirtha (Gama Bali).

.

Untuk itu Bhatara Paramasiwa mengutus semua dewata-dewati turun ke dunia mengajarkan umat manusia segala hal, seperti perilaku, tata cara hidup, menjadi pemimpin, pendeta, dan semuanya agar manusia bisa menemukan hakikat Kasiwan dalam dirinya. Bahkan, aksara wrehastra, swalalita dan modre diajarkan agar manusia memiliki wiweka jnana sehingga bisa membedakan mana yang benar dan mana yang tidak.

.

Para dewata-dewati yang turun ke dunia diberikan kemahakuasaan untuk menyusupi semua ciptaan Bhatara Paramasiwa. Menyusupi setiap jiwa, sehingga beliau tidak terpisah dengan semua makhluk. Dari dalam batin yang terdalamlah para dewa-dewati mengajarkan manusia untuk hidup dan memahami serta mengejawantahkan Gama Tiga Tattwa yang bermuara pada laku memuliakan Tirtha atau air suci yang abadi sebagai tetesan kehidupan yang mengalir dalam setiap jiwa.

.

Aliran air keabadian ini muncul dari Tirtha atau air suci Bhatara yang dikumandangkan melalui dengung aksara semesta Ong, sehingga terlahir matra-mantra “Ong Tirthasyam tirtha pawitra gangga ranuh toya renam, purusha tirtha pawitrem siwaning mala pawitram”, yang artinya “Ong begitulah Aku menciptakan Gama Tirtha yang kemudian dijaga oleh semua umat manusia yang ada di dunia, dengan ini akan membuat manusia sadar akan dirinya sebagai Siwa atau kesadaran suci.

.

Untuk sampai pada Siwa di dalam diri, Gama Tirtha mengajarkan tiga kitab yakni Wreastra, Swalalita dan Modre (aksara mula, urip dan rahasia) yang disatukan dalam Patitis Jnana Sandi yang mengemukakan tiga hal yang disebut Tri Kaya Suda Kala, yakni yang diucapkan beda dengan yang didengar, semestinya sejalan dengan perilaku dan begitulah cara menemukan Siwa di dalam dan di luar. Dan, semua itu menjadi ajaran yang dituturkan.

~sandi reka ~