Kisah Tentang Ni Calonarang

Sedikit panjang, tetapi menarik dibaca tuntas menemani sore semeton sedulur
~~~~~~~
“Para sisnyanku prasamya, umigal ta kita maring telengin setra gandamayu. Sigrakopa rengenta kemenak kangsi suara lango. Pinuja de Hyang Bhattari (Durga) astu anugraha siddhi wisesa angadakaken gering merana”

Penggalan teks tersebut adalah kisah tentang Ni Calonarang (Walunatta ing Dirah) menari dengan para muridnya di kuburan sembari memuja Hyang Bhatari Durga untuk memohon anugrah guna menciptakan wabah. Tarian Awidya Tantrik akhirnya digelar dengan membentuk mandala rahasia di mana Ni Calonarang berada pada titik pusat mandala dan para murid mengitarinya membentuk semacam lingkaran. Sebuah mandala rahasia yang bisa disebut portal/pintu magis dalam memuja kekuatan Batari Durga untuk menghadirkan kekuatan Panca Durga, yakni lima kekuatan Durga yang menghancurkan.

Kekuatan lima Durga yang dihadirkan pertama adalah Sridurga pengendali sekaligus penguasa bhutakala dan yaksa. Berikutnya Daridurga penguasa bhutakapiragan, Sukridurga penguasa bhuta kamala kamali, Rajidurga penguasa bregala bregali dan dewi Durga sendiri sebagai penguasa Panca Bhuta. Kekuatan ini masing-masing berada pada empat arah mata angin dan berpusat pada satu titik pusat hingga berpola Tampak Dara atau Catus Pata (tanda +) sebagai mandala geometri rahasia.

Dari mandala inilah mereka menyebar wabah yang mengerikan. Masing-masing bhuta diutus untuk menciptakan kehancuran melalui empat arah. Kekuatan penghancuran yang diciptakan merupakan kekuatan hasil dari sebuah ritual esoterik Awidya Tantrik (jalur kiri) di mana mereka memainkan pusaran energi kosmik aksara ke arah kiri (melawan jarum jam). Putaran ke kiri akan menimbulkan kekuatan sentrifugal yakni pelepasan. Jadi, energi bhuta dilepas, maka akan menimbulkan chaos atau ketidak seimbangan lima elemen (panca maha bhuta) yang ada pada alam jagat raya dan jagat raya diri.

Dalam penghadiran kekuatan Durga yang menghancurkan tersebut, maka kelima kekuatan Durga yang datang dari masing-masing arah dikendalikan sepenuhnya oleh sisya Calonarang di mana mereka sudah dibekali bijaksara sebagai “kata kunci” untuk memainkan aksara. Murid yang bernama Lenda berada di timur, ia personifikasikan dirinya sebagai Sridurga yang menyebar penyakit melalui pemanfaatan energi Bhuta Dengen, sehingga membuat manusia bingung, pikiran kalut, emosi tidak terkontrol, marah yang memuncak pada kematian mendadak tanpa sebab.

Murid berikutnya bernama Lendi berada di selatan, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Daridurga yang menyebarkan penyakit melalui Bhuta Kapiragan, sehingga membuat nafsu tidak terkendali, pikiran kacau, stres tanpa sebab, sakit kepala hingga berujung kematian. Selanjutnya murid bernama Adiguyang berada di barat, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Sukridurga yang menyebar penyakit melalui energi Bhuta Kamala Kamali, sehingga membuat perut sakit, ksehatan pencernaan terganngu, diare dan muntah hingga berujung pada kematian pula.

Selanjutnya Waksirsa berada di utara, ia mempersonifikasikan dirinya sebagai Rajidurga yang menyebarkan penyakit melalui kekuatan Bhuta Bregala, sehingga membuat nyali terganggu dan berujung pada kematian. Dan, Larung bersama Ni Calonarang berada di tengah, mereka mempersonifikasikan dirinya sebagai Dewidurga yang menyebarkan penyakit dengan mengendalikan kekuatan energi Panca Bhuta, sehingga membuat penyakit komplikasi yang berujung pula kematian seketika. Melalui kekuatan kelima Durga tersebut, wabah menyebar dengan cepat dan membawa pada kehancuran, NI Calonarang dengan para muridnya pun tertawa ngakak sembari menari dengan kegembiraan yang tiada tara.

Sekilas apa yang dilakukan Ni Calonarang dengan para muridnya menunjukan laku sihir yang menyesatkan. Namun akan sangat berbeda jika dipahami makna simbolik dari semua itu. Sebuah ajaran Tantra Kiri yang ditulis dalam balutan cerita, yang sejatinya menunjukan bagaimana kekuatan Bhuta (Energi Semesta) yang dasyat memerankan peranannya dalam menyeimbangkan bumi. Ada sisi mistik yang disajikan melalui sosok Calonarang yang tiada lain adalah perwujudan Api Pertiwi yang bisa saja menunjukan kemurkaannya, ketika manusia bertindak melampaui tatanan semesta yang telah ditetapkan. Api Pertiwi akan selalu berdampingan dengan Panca Mahabhuta sebagai lima elemen pembentuk jagat raya yang terwakilkan melalui Sisya Calonarang, dan Panca Durga adalah pancaran dari energi lima elemen yang termanifestasi menjadi kekuatan melebur. Ketika Api Pertiwi berkobar hebat, maka lima elemen akan terpancar menjadi Panca Bhuta yang membawa ketidak seimbangan partikel-partikel terkecil (sub atomik) yang menyusun materi semesta. Kondisi ini dalam teks Calonarang digambarkan dengan kemurkaan Ni Calonarang akibat dari Api Kemarahan yang melewati batas.

Pun demikian, Api Kemarahan atau Kebencian di dalam diri pun tidak ubahnya sosok Ni Calonarang yang sedang murka. Ketika ini terjadi, Panca Mahabhuta sebagai lima elemen yang menyusun tubuh pun memancarkan energi Panca Bhuta yang menjadikan lapisan tubuh dan milyaran sel yang semula tersusun rapi dan seimbang menjadi kacau, sehingga dapat memunculkan Api Kemarahan yang menghancurkan. Untuk itu, Api Pertiwi yang berkobar dari perut bumi dan perut tubuh, mesti diredakan (somya) dengan mengarahkan pusaran energi ke arah kanan, sehingga berputar ke arah kiri-kanan (kiwa-tengen) dengan menjadikan Pusat Hati (Ingsun Sejatining Urip) sebagai porosnya. Api kemarahan yang berkobar akan tersublimasi menjadi api cahaya yang melembutkan. Bhuta kembali menadi Dewa, dan Dewa kembali menadi Somnya—pada puncaknya yang ada hanya Santa Rasa, yakni energi Welas Asih dan kelebutan yang tiada batas. Puncak dari ini digambarkan melalui narasi teks bertemunya Calonarang Dengan Mpu Baradah, yakni bertemunya Api dengan Air di dalam ruang yang dipenuhi Angin—panas akan menjadi hangat dan dingin akan menjadi energi yang menyejukan. (((((ONG))))))

~ sandi reka ~
RePost. Admin Tantra Sastra
Foto: fb Gung Wah
#OngRahayu
#TantraSastraNusantara
#Calonarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Api Rahasia di dalam diri

Api Rahasia di dalam diri

Sekilas cerita berkenaan api rahasia di dalam diri yang mesti dinyalakan melalui laku mengadakan Homa

Banyu Pinaruh

Banyu Pinaruh

Rahajeng Purnama dan Banyu pinaruh. (((((ONG)))) Rahayu.Sembari menikmati cahaya bulan purnama sungguh indah menyimak uraian

Bhatara Paramasiwa melakukan yoga yang mahadasyat

Bhatara Paramasiwa melakukan yoga yang mahadasyat

Bhatara Paramasiwa melakukan yoga yang mahadasyat, sehingga dariNya terlahir Gama Tiga Tattwa, yakni Igama, Agama

Didasarkan pada 30 Lontar berbahasa kawi, buku ini membabar hakikat Tantra, hakikat aksara dalam kehidupan, laku Tantra, hingga penyembuhan lewat meditasi aksara, hadir bagi anda yang haus akan ilmu adiluhung warisan leluhur nusantara.

setelah sukses menjadi buku best seller di indonesia pada cetakan pertama, kini telah terbit cetakan kedua dari penerbit JAVANICA. Dapatkan informasi lebih lengkap di sini