Tumpek Landep jatuh pada hari Saniscara Keliwon wuku Landep. Titik pertemuan dari Saptawara (saniscara) dengan Pancawara (keliwon) inilah disebut Tumpek (metu-mpek) yang berarti titik temu. Kemudian Landep sendiri diartikan tajam, sehingga pertemuan Saptawara, Pancawara dengan Landep dapat diartikan titik temu dari Sabda, Bayu dan Idep, sehingga melahirkan ketajaman Buddhi, waskita, intuisi dan ketajaman Jnana Sandi.
Aspek Siwa dalam wujud Bhatara Pasupati dipuja pada titik pertemuan tersebut. Tidak saja dipuja secara ritual berupacara, tetapi lebih mengarah pada praktik ritual tubuh, yakni berupaya menaklukan sifat-sifat hewani dalam diri (pasu pati). Untuk itu, sifat-sifat hewani dalam diri hendaknya dikenali dengan baik, dan menaklukan bukan berarti melenyapkan tetapi lebih kepada mengarahkan sifat atau guna tersebut pada Siwa sebagai kesadaran. Dengan kata lain, menempatkan Siwa (kesadaran) di atas semua sifat tersebut sehingga menjadi Siwa Pasupati atau kesadaran yang mengatasi semua sifat atau guna.
Dalam Siddhanta Tantra, sifat hewani dalam diri disebut dengan Paswa Bhawa. Dan, ini adalah alami ada dalam setiap manusia, sehingga guna atau sifat tersebut hendaknya diikat dalam penyadaran yang sempurna. Bukan dilenyapkan. Mengikatnya bukan pula kita terikat tetapi merangkul dan mengarahkan semua guna atau sifat tersebut pada kondisi sadar penuh. Cara yang demikian adalah ritual menempatkan Siwa Pasupati dalam diri yang disebut Dibya Bhawa. Dan, pada saat hari Tumpek Landep inilah kita berupaya menempatkan Bhatara Siwa Pasupati di dalam diri.
*Rahajeng Rahina Tumpek Landep Semeton Sedulur Tantra dimanapun berada salam cinta Tantra tanpa batas
~ sandi reka ~